Title : Entangled In LeeDonghae’s Love (2a/2)
Rate : PG 15
Length : Chapter
Cast :
Evilhae as Ahn Ra Ra
Lee Donghae As him self
Park Chan Ri as Her self
Disclaimer :
Dont copy or republish w/o my permition
Note :
FF ini adalah awal mula HAE-RA couple. Merupakan FF remake, dari versi lama. Semoga kali ini bisa lebih dinikmati. ^^
Aku sendiri nyaris lupa sama chapter 1 hahaha saking lamanya … >,
baca dulu :
Happy reading..
“Eonni, bisakah kau berhenti tertawa?! Ugh, apa aku benar benar terlihat begitu konyol?”
Sedikit kesal karena Chan Ri eonni, tak henti hentinya tertawa geli tiap kali memandangku.
“Mian, chagi… Aku tidak bermaksud begitu. Well, yeah kau memang lucu sekali. Kau pasti begitu terpesona dengannya hingga linglung seperti tadi.”
Jawabnya sambil terus terkekeh.
“Eonni,.. berhentilah meledekku!!”
Jeritku putus asa, dan wajahku kurasakan kembali menghangat dan bisa kupastikan berubah warna seperti rebusan udang. Melampiaskan kekesalan pada lantai keramik tak berdosa, kuhentakkan langkahku keluar ruangan mengantarkan pesanan customer.
“Rara-chagi! U’r so HOT! Hahahaha..” Kali ini tawanya meledak.
“Yak!! Teruslah tertawa!” Cibirku, dengan perasaan dongkol yang teramat sangat.
Aku terpaksa mengenakan celana pendek milik Chan Ri eonni untuk mengganti celana piamaku. Kemeja putih, longgar dipadu hot pant denim yang begitu mini. Uff, aku benar benar tidak percaya diri. Terasa begitu bitchy. Memalukan! Aku belum pernah berpakaian seperti ini seumur hidupku.
Chan Ri eonni memiliki kaki yang langsing dan jenjang, sedangkan aku ? Sudah, tidak usah dibahas. Apa yang bisa kuharapkan dari tinggi badan kurang dari 165 cm.
Hmm..dia tidak datang hari ini. Tentu saja, aku kan sudah membongkar penyamarannya. Memangnya apa yang bisa kuharapkan ? Kunjungan kejutan dan lambaian tangan “masih ingat denganku” ?
Hufth, tentu tidak aman lagi baginya berada disini. Baru saja aku bisa bertemu dengan namja impianku, namun bagaikan bunga tidur, dalam sekejap aku harus terbangun dan menghadapi kenyataan dia telah pergi. Perbedaan diantara kami, dan timing yang tidak tepat membuatku kesulitan walau untuk sekedar meminta nomer telpon, ataupun memintanya untuk berfoto bersama. Namun, setidaknya kenang kenangan itu masih ada padaku. Walau dia menyuruhku membuangnya, tapi sayang kan? Ipod itu juga masih bagus.
“Melamunkannya lagi ?” Chan Ri eonni menepuk lembut pundakku, seraya tersenyum.
Eonni pasti paham akan apa yang kurasakan. Seumur hidupku di Seoul, aku menantikan saat saat seperti kemarin. Sejak masih tinggal di Indonesia, sudah tak terhitung berapa ratus mention twitter untuknya, dan berapa ratus pula pesan kakaotalk yang kukirimkan namun meski dia membacanya tak satupun yang Ia balas.
Berulang kali bahkan aku harus menelan kekecawaan karena akun kakaoku di block olehnya dengan semena mena, dan bodohnya berulangkali aku kecewa dan berusaha meyakinkan diriku untuk membencinya, namun yang terjadi justru sebaliknya. Aku makin menyukainya dari hari ke hari dan aku.. tidak bisa menghentikan perasaanku. Ya, benar! Aku memang sering mengirim pesan, tapi bukan terror. Hanya sedikit menyisipkan kata cinta dan ehm,.. rayuan ? Oh, ayolah itu bukan dosa besar!
Tapi tiba tiba saja kemarin aku bisa bercakap cakap, Bayangkan aku hanya berjarak tak kurang dari 10 cm ! Itu impian semua ELF kan? Aku bahkan lebih dari itu., bisa duduk semobil dan berada tepat disebelahnya, tapi yang terjadi malah aku sibuk menghentikan mimisan yang terus mengalir dari hidungku, alih alih mencoba mengakrabkan diri dengannya. Babo!
“Sudahlah eonni, mungkin Tuhan memang belum mengijinkan aku untuk mendekatinya lebih dari apa yang terjadi kemarin. Aku …sudah cukup bersyukur. Setidaknya, ini.. aku memiliki ipod ini benda kenang kenangan darinya.” Ujarku seraya memaksakan sedikit menarik sudut bibirku.
“I know how you feel dear…Bersemangatlah. Oya, kau tahu ? Ada sebuah mitos , bila kau bertemu seorang namja secara kebetulan 3x berturut turut adalah pertanda jodoh. Pertemuan kalian yang pertama di café ini kan ? Hmm.. apa kau tidak merasakan itu sebuah pertanda ? Entah kenapa, aku memiliki firasat kau akan bertemu dengannya tak lama lagi.” Chan Ri eonni menepuk punggungku pelan, dan kembali masuk ke kantornya.
***
Dari semua hari, kenapa harus memilih hari ini untuk hujan sederas ini ? Aku harus menyerahkan hasil editan artikel ke redaksi majalah. Di hari ini juga aku mengenakan kemeja putih dan juga celana pendek ini. Kostum yang sempurna di hari hujan.
Hujan turun begitu deras, menimbulkan suara bising tetesan air yang menampar atap halte dan gemuruh angin yang cukup kencang membuatku bergidik menahan dingin. Aku berangkat di cuaca amat cerah. Tidak terpikir olehku untuk membawa payung ataupun jacket atau mantel. Disinilah aku, terjebak hujan di halte bus ditengah hujan lebat. Hari yang sempurna.
“Apa kau sudah selesai bekerja? Aku, ingin menanyakan beberapa hal.”
Tiba tiba terdengar suara namja, yang sangat kurindukan sejak semalam. Aku pasti berhalusinasi. Apa aku begitu terobsesi padanya hingga suaranya saja, terus terngiang ditelingaku.
Tapi aku menangkap sesosok namja, dengan mantel panjang cokelat tua, dengan topi hitam dan juga masker di sudut halte. Apa iya itu DIA ? Lee Donghae ? Dimana mobil mewahnya ? Kuarahkan pandangan pandangan di sekeliling halte tak kutemukan mobil sedan sport mewah kemarin. Jadi, orang itu pastilah bukan Dia. Lalu,..siapa dia? Jangan jangan, dia orang jahat. Penculik ? Atau lebih parah perampok dan pemerkosa ?
Omo! Bukankah hari ini pakaianku …
“Kyaaaaaaaaa!! Jangan mendekat!! Jangan coba coba mendekat!!” Jeritku panik seraya mengacungkan sebuah pulpen pada namja yang kini perlahan berjalan menuju ke arahku. Ya benar! Hanya sebuah pulpen! Cuma itu benda berujung runcing yang berhasil kukorek dari dalam tasku.
“Ssshh!! Jangan berteriak!! Apa kau lupa padaku ? dan, apa kau pikir pulpen itu bisa kau gunakan untuk membela diri ? Kau sungguh menggelikan. Berikan padaku!”
Perintahnya, dan dengan sekali sentak pulpen ditanganku sudah berpindah tangan, dan alih alih menjaga jarak, Ia justru menarikku untuk lebih mendekat padanya yang sedang membentangkan payung.
Tes…
Lagi lagi… kenapa di saat seperti ini, mimisannya kambuh lagi?! Dilanda panik, kurogoh seisi tas ku (lagi) kali ini untuk mencari selembar tissue namun terlambat. Tetesan darahnya sudah mengenai kemeja putihku, ditambah terkena terpaan angin yang membawa butiran hujan, noda merah itu dengan cepat melebar membentuk noda bercak yang menjijikkan. Ya Tuhan, mataku mulai berkaca kaca, antara cemas, malu dan juga kedinginan.
“Ini, … “
Namja itu, mengulurkan selembar sapu tangan biru tua. Kali ini, Ia sudah melepas kacamata hitamnya. Walau masih mengenakan masker. Ia memandang penuh selidik tiap jengkal tubuhku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Mata teduh itu, aku kini yakin siapa sebenarnya yang berdiri di hadapanku.
“Apa yang kau inginkan sekarang?” Tanyaku di tengah gemuruh debar jantungku.
“Kenapa kau bohong padaku? Apa sebenarnya motifmu ?” kali ini nada bicaranya naik setengah oktaf dan sorot matanya mulai menajam.
“Apa maksudmu ? Aku sama sekali tidak mengerti?” Jawabku, dengan masih menutup hidungku menggunakan sapu tangan. Iish,.. penyakit SIALAN.
Dia menyodorkan sebuah nametag.
“Omo, dimana kau menemukannya? Aku tidak bisa masuk ke kantor jika tidak mengenakan ini.”
Aku memandang Nametag-ku untuk majalah tempatku bekerja .
“Oh,.. jadi kau mengakui ini milikmu ? Bagus! dan apa kau sekarang mau mengaku padaku sebenarnya apa tujuanmu ? Pemberitaan ? Gosip baru ? Promosi naik jabatan?! Atau Uang?!”
“Aku sama sekali tidak paham apa yang kau bicarakan ?” Aku masih memandangnya penuh tanda tanya, dan jantungku ..? Jangan ditanya lagi, mungkin akan berhenti mendadak sebentar lagi.
“Baiklah Rara-ssi, akan kuperjelas. Kau..? Kau sudah menipuku. Pura pura bekerja sebagai karyawan café, bersikap seolah olah kau adalah karyawan teladan dengan mengembalikan barang yang tertinggal, tapi .. sebenarnya kau adalah seorang paparazzi yang diam diam menjadi stalker untuk mencari berita tentangku!!! Apa masih kurang jelas??! Kartu ID mu adalah buktinya. Kau pasti adalah salah satu reporter yang sedang menyamar dari majalah itu kan ? Berapa lama kau mengikutiku ? Kapan kau akan melaunching beritanya? Kau juga kan, pastinya yang menyebarkan foto itu ?”
Oke, .. tampar pipiku sekarang juga karena aku pasti sedang bermimpi sekarang. Namja pujaanku berdiri dihadapanku, begitu dekat, namun alih alih aku bisa memintanya untuk sekedar foto atau menandatangani koleksi fotoku , Dia justru menatapku dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ya Tuhan, apakah ini cobaan darimu ? Kemana perginya senyum manis semalam ? Mengapa dadaku terasa begini sakit?
“Aku tidak mengerti maksudmu. Geurae, aku memang bekerja di majalah itu, Tapi, aku hanya menjadi seorang editor freelance, dan bukan reporter. Aku benar benar bekerja di café itu, dan aku sama sekali tidak bohong. Aku hanya tidak pernah mengatakan kalau aku juga bekerja di sebuah majalah. Lagipula apa perlunya untukmu untuk tahu semuanya tentangku. Kau.., kau juga tidak pernah bertanya apapun soal aku. Dengar! Aku, bukan penipu seperti yang kau tuduhkan.”
Entah udara yang memang semakin dingin, ataukah memang tubuhku sedang gemetar. Sementara, awan masih menumpahkan guyuran air yang semakin deras, mengeluarkan suara gemuruh yang menderu nyaris berlomba dengan debar di dadaku.
“Hah?!! Kau pikir aku percaya dengan semua itu?! Kalian, semua sama saja. Tidak pernah menghargai privacy seseorang. Hanya mengejar rating, dan juga popularitas dan akhirnya demi beberapa tambahan lembar won setiap bulannya, kalian mengusik kehidupan orang lain. Baru kemarin, aku berpikir..kau mungkin bukan orang seperti itu.” Sahutnya pelan namun, dengan nada terluka.
Tanpa kusadari, butiran bening menetes di pipiku. Tak kusangka dia akan sedemikian rendah menilaiku. Namja yang menjadi pangeran impianku selama ini, terang terangan membenciku, dan aku sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa apa yang ada di pikirannya salah. Rasa cinta ini.. bahkan sudah kauhancurkan sebelum sempat untuk tumbuh.
“Apa masih ada yang lain ? Kalau tidak ada lagi, .. aku pergi dulu.”
Ucapku cepat seraya berbalik memutar tubuhku berbalik. Demi sekeping harga diri yang tertinggal, aku berusaha untuk tegar.
“Chakkaman!!” lengannya meraih pergelangan tanganku dan menariknya.
Aku pun kembali menghadapnya, lurus berhadapan dengan dada bidang dihadapanku yang membuatku menelan ludah dengan susah payah . Kepalaku tertunduk, sementara tanganku kembali sibuk menyapukan saputangan ke hidungku. Bila situasinya berbeda, tentu aku akan makin mengagumi sosok namja ini. Meski di televisi dia tidak nampak tinggi menjulang, tapi kini dihadapanku kenyataannya sungguh berbeda. Tubuhnya nampak begitu menjulang di depanku.
“Pakai ini! Aku tidak suka melihat yeoja dengan penampilan menyedihkan! Bagaimanapun juga, aku masih punya sedikit rasa kemanusiaan.”
Mantel panjang itu, kini tersampir di pundakku. Terdengar desahan panjang helaan nafasnya, sebelum akhirnya ia berbalik dan melangkah pergi. Oke, setelah puas memaki dan menhinaku, dia bahkan meninggalkan mantelnya untukku. Lalu apa?! Aku harus memberikan karangan bunga untuk sikap gentleman-nya ini ?? Oh..GOD, tidakkah ini terlalu kejam untukku ?
“Tu..tunggu!! Ini… tidak perlu!”
Dia, tidak dengar. Sosoknya perlahan menjauh, dan hanya menampakkan siluet hitam ditengah lebatnya hujan. Mantel panjang berwarna cokelat tua ini hmm, masih tersisa harum tubuhnya. Keharuman maskulin, percampuran antara Moss dan Cedar Wood, yang lembut. Mantel ini sedikit berat karena ukurannya yang cukup besar. Tapi, cukup nyaman dan hangat, daripada hanya mengenakan kemeja tipis berbercak merah ini. Setidaknya penampilanku menjadi sedikit manusiawi memasuki gedung perkantoran itu.
***
Setengah menggigil aku melangkahkan kaki memasuki salah gedung perkantoran yang tinggi menjulang dihadapanku. Benar, disinilah Redaksi majalah tempatku bekerja. Semua memandangku dengan tatapan aneh. Jangan heran, meski denim hotpant ku sudah tertutup mantel panjang, tapi sneakersku yang basah kuyup tidak bisa kusembunyikan.
“Rara-sunbae, gwenchanna ? Astaga .. kau kenapa?” Tanya, Joon. Junior-ku . Namja yang baru saja 2 bulan bergabung menjadi editor junior dengan status sama denganku. Masih karyawan magang.
“Aku sedang tidak ingin membahasnya.” Jawabku singkat.
“Oya, kau bisa menolongku mencarikan alas kaki untukku ? Sandal atau apapun asal tidak sepatu ini. Aku bisa masuk …. Huaatchim!!!” Kau pasti mengerti sekarang.
“Eo! Segera kucarikan, sunbae. Kau tunggulah di ruanganmu, aku juga akan segera menelpon pantry dan menyuruh salah satu OB mengantarkan secangkir teh hangat.”
“Mm,.. gomawo Joon-ah.” Sahutku dengan suara lemah , yang mungkin tak didengarnya.
Kepalaku serasa dipukul pukul godam. Mataku berair dan hidungku mulai gatal. Perfect! Cepat sekali virus flu nya bereaksi. Sedikit terhuyung huyung, aku melangkahkan kakiku menuju pintu lift terdekat ketika tiba tiba pintu utama terbuka seiring masuknya beberapa namja beriring dengan beberapa pria berbadan tegap. Sementara sekumpulan wartawan dengan lampu blitz yang menyilaukan berkerumun berusaha mengambil gambar kelompok namja tersebut. Apa apaan ini, aku sama sekali tidak tahu akan ada selebritis yang datang hari ini. Apa ada schedule wawancara atau pemotretan ? Kenapa aku tidak tahu ?
Berusaha menghindari kerumunan, aku berjalan memutar dengan masih terhuyung huyung seraya mengapit tas, ponsel, kacamata dan juga documentkeeper namun…
“Brak!”
Ajjushi dengan sebuah kamera sukses menabrakku dan membuat map file serta kacamataku terlempar. Tak ayal kakiku yang sedari tadi memang sudah tidak mampu menopang tubuhku pun hilang keseimbangan. Nyaris tersungkur, ketika sebuah tangan menarikku dan tubuhku terhempas di sebuah dada bidang dengan tubuh menjulang. Ditengah kilau lampu blitz dan cahaya terang lampu, senyumnya begitu menyilaukan.
“Gwenchanna?”
Suara yang begitu hangat dan ramah. Membutuhkan sekitar setengah menit untukku mengumpulkan pantulan bayangan wajah didepanku, menjadi satu focus bentuk wajah namja yang terpahat sempurna. Pandanganku sedikit kabur, karena kacamataku yang sudah terlempar entah kemana, namun akhirnya aku berhasil mengenali sosok tampan sempurna di hadapanku .
“Choi….Siwon?!” ucapku terbata.
“Hmm, benar .. ini aku. Apa, kau tidak apa apa? Wajahmu masih pucat.”
Ujarnya seraya menjauhkan tubuhku dari dadanya, sembari menopangku dengan lembut, memastikan aku bisa berdiri tegak.
“Emm..mi..mianhae. Nan gwenchanna.”
Kulihat arah pandangannya beralih ke nametag – ku dan senyum kembali tersungging di bibirnya.
“Ah,.rupanya, kau bekerja disini. Baiklah ..lain kali hati hati. Kau yakin sudah tidak apa apa ? “
“Nde,..aku baik baik saja..” ucapku kali ini, aku merasa pipiku sedikit menghangat. Namun syukurlah, tak kurasakan sedikitpun sesuatu akan mentes dari hidungku.
“Ini! Kurasa ini milikmu kan?”
Deg!
Su..suara ini!
Pandanganku dengan cepat beralih pada sosok yang berdiri tepat dibelakang Choi Siwon, di tangannya ter-ulur ponsel dengan LCD yang retak, kacamata yang patah, dan kedua benda itu tertata manis diatas sebuah document keeper yang isinya sudah bisa dipastikan berantakan.
“KAU?! Ehm.. maksudku..khamsahamnida..”
Sahutku cepat cepat meralat ucapanku seraya membungkuk 90 derajat menghindari kontak mata dengannya.
Tes!
Akhirnya yang kutakutkan terjadi. Cairan kental berwarna merah tua itu menetes tepat di lantai berwarna krem pucat ini. Namun, kali ini tidak memungkinkan untukku mengambil tissue dari dalam tas dengan tangan penuh barang seperti ini.
“Hei,..ada apa denganmu ? Kau.. mimisan! Pantas wajahmu begitu pucat. Security! Cepat panggil petugas kesehatan. Nona ini sedang sakit!!”
Siwon spontan berteriak keras pada beberapa security yang menjaga mereka.
Terlambat. Siwon, nampaknya menyadari keadaanku.
“Aku.. sudah tidak apa apa. Ini sering terjadi. Ka..kalian pasti sudah ditunggu, sebaiknya, kalian segera bergegas. Aku sungguh tidak apa apa.”
Aku bicara dalam bahasa formal yang belepotan, karena tidak terbiasa. Ayolah, aku baru satu tahun belajar berbahasa korea. Aksenku pasti aneh. Apalagi kali ini menggunakan bahasa formal. Aku melangkahkan kaki ku mundur tiga langkah sebelum akhirnya mengambil langkah seribu memasuki lift terdekat.
Walau aku berjalan secepat mungkin seperti burung puyuh, namun mataku masih bisa menangkap tatapan iba dari Choi Siwon, Lee Hyukjae, Ryewook, Lee Sungmin, Henry, dan Zhoumi, tatapan penuh selidik dari Cho Kyuhyun, dan tentu saja satu satu nya orang yang menatapku tajam , dan sinis hanyalah DIA , Lee Donghae. Oh Tuhan, lenyapkan saja aku hari ini juga.
Oya, mana Joon ? Aku harus menggorok lehernya nanti, karena sama sekali tidak memberitahuku Super Junior – M akan ada pemotretan hari ini, di kantor ini.
***
“Kyaaaaa! Jinjja?! Aigo, saeng you’re so lucky! Jadi ini adalah pertemuanmu .. lets see..ketiga? Omo! Apakah kalian memang berjodoh? Kyaaaaaaaaak!”
Aku terpaksa menjauhkan ponselku dari telinga karena lengkingan suara dari seberang sana . Untunglah aku masih bisa menggunakan akal sehatku untuk bisa mengingat semua kebaikan Chan Ri Eonni, karena jika tidak bisa dipastikan aku akan mencekiknya sepulang dari sini. Aku sedang menceritakan betapa malunya kejadian tadi, dan reaksi yang kudapat justru membahas tentang betapa aku sangat beruntung bisa bertemu kembali dengan Lee Donghae.
“Eonni, I’ll hang up 1st . Aku harus print out naskahnya untuk final check sebelum kuserahkan ke bagian publishing. Kepalaku sedang tidak bisa diajak bekerja sama, jadi sebaiknya segera kuselesaikan saja ini semua dan pulang. Bye,..”
Aku tidak perduli dia merajuk. Kepalaku sudah begitu sakit, dan memijat pelipis dengan minyak angin roll on sudah tidak menolong. Jadi sebaiknya aku segera pulang.
***
Mr. Kim memicingkan mata, menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Nona Rara, lain kali sebaiknya kalau ke kantor gunakan pakaian yang layak. Melihatmu saat ini, kurasa lebih cocok kau pergi ke mall dan bukannya bekerja.”
Seharusnya, aku tidak melupakan mantel kebesaran itu untuk kupakai dulu sebelum masuk kesini. Gerutuku. Masa bodoh. Pokoknya tugasku hari ini selesai. Sebaiknya aku segera pulang dan tidur.
Entah kenapa saat kondisi seperti ini semua lift terasa begitu jauh. Tiba tiba, ekor mataku menangkap siluet yang yang cukup familiar di balkon di sebelah lift sedang berbicara di telepon. Ah, benar juga studio untuk pemotretan ada di lantai tiga . Dekat dengan bagian publishing.
Sedang apa dia disana? Ayolah.. saat ini, kau hanya harus pulang dan tidur jangan ikut campur urusan orang lain, terlebih lagi berurusan dengan namja sinis itu. Ini adalah suara akal sehatku. Namun, kembali suara lain berkata, tidak apa apa cari tahu sebentar kan toh sedang sepi dan tidak ada orang. Kalau kau berdiri di samping lift , pun kau bisa mendengar siapa yang di telponnya. Sepertinya obrolan yag serius, karena mimic wajahnya Nampak begitu sendu. Jauh dari raut penuh curiga dan senyuman sinis dari sudut bibir tipisnya yang ehm.. menggoda.
Ini benar benar gila. Jika diteruskan aku akan berakhir di rumah sakit jiwa karena berkepribadian ganda. Tapi, detik berikutnya aku sudah benar benar berdiri di samping pintu lift, merapat ke kaca bersembunyi di balik pot pohon palem .
“Aku tahu … tapi aku benar benar berharap kau memikirkannya lagi. Ayolah, .. mau sampai kapan seperti ini ? Aku ingin kepastian untuk masa depan hubungan kita. Aku siap dengan segala resikonya, dan jika mereka para ELF memang tulus mencintaiku , mereka pasti menerimaku apa adanya kan ? Apapun keputusanku asal kan itu membuatku bahagia, termasuk.. keputusan untuk menikah. “
Deg!
Meski suaranya cukup pelan, tapi aku bisa menangkap dengan jelas setiap kata yang diucapkannya. Jadi,.. Lee Donghae, berniat untuk..me..nikah?
***
Mataku terpaku menatap layar laptop yang menampilkan serentetan kalimat dan foto, yang bahkan sama sekali belum kusimak. Pikiranku melayang pada percakapan Donghae di telpon tadi siang. Damn it!! Ahn Rara please!! Come back to your sense! He didn’t deserve to make you become like this . Just move on.
Hufth,..oke! Fokus Rara! Fokus! Impianmu itu sudah jelas jelas hangus , menjadi butiran debu yang tertiup angin bahkan sebelum kau bisa memimpikannya menjadi kenyataan. Mengabaikan tenggorokan yang tiba tiba begitu kering dan mataku yang mulai berkaca kaca, aku kembali mencoba mengembalikan konsentrasiku pada naskah artikel yang harus kuedit kali ini. Membaca berulangkali kalimat per kalimat sebelum akhirnya mendelete kata kata yang perlu diubah. Sungguh mengagumkan , aku bahkan tidak pernah belajar sastra, apalagi bahasa korea. Bahasa percakapan formalku saja berantakan, namun entah kenapa Mr.Kim cukup puas dengan hasil kerjaku. Itu patut disyukuri.
***
“Jangan memaksakan diri.”
Chan Ri eonni tiba tiba sudah berdiri dibelakangku. Ya, aku menceritakan semuanya pada Chan Ri eonni. Percakapan Lee Donghae dengan seorang gadis yang kemarin kucuri dengar. Eonni menatapku lembut, dan merangkul bahuku pelan. Sementara aku masih mendekap erat nampan di dadaku dengan pandangan kosong. Berharap pintu di depanku tiba tiba terbuka, dan namja.. itu..
“Babo!”
Ucapku lebih kepada diri sendiri seraya mengepalkan tanganku dan memukulkannya kekepalaku sendiri.
“Hei,.. jangan begitu! Aku tahu, kau kuat. Ayolah, sebaiknya kau mulai membuka pergaulan. Kau tahu maksudku? Seorang pemuda yang real. Ordinary people yang yeah, bukan dari kalangan selebritis.” Chan Ri eonni merengkuhku lembut. Kembali butiran bening itu menetes jatuh.
“Nde, mungkin eonni benar.” Jawabku pelan, disela hela nafas yang kurasakan begitu berat.
“Sebaiknya aku membereskan dan membersihkan meja, setelah ini aku mau ke redaksi. Menyerahkan naskah ini dan kemudian ke toko buku. Eonni mau ikut ?”
“Nope. Enjoy your time chagi.. Jernihkan pikiran. Pergilah bersenang senang.”
“Nde.. “
Andaikan aku bisa semudah itu melupakannya. Ujarku dalam hati.
***
Aku menatap miris pada ponsel yang ada di tanganku. Ponsel touchscreen android kesayanganku, yang LCD nya retak. Untuk melihat siapa yang menelpon saja sudah cukup sengsara. Jadi, terpaksa aku harus absen kegiatan update status di social media. Termasuk stalking akun twitter dan akun kakaotalk Lee Donghae. Untuk kali ini, kenapa sepertinya Tuhan memang menginginkanku untuk melupakannya.
“Nona,.. apa kau sudah tidak apa apa? Kali ini, kau sedikit membaik.”
“Eo,?”
Sekejap aku tertegun, berusaha meyakinkan diriku dengan si empu-nya suara merdu yang menyapaku barusan. Siwon oppa lagi!
“Nde,..nan gwenchanna. Gomawo sudah menolongku kemarin.” Kembali aku membungkukkan badanku.
“Hei tidak perlu begitu. Aku lebih khawatir soal mimisan kemarin. Apa,..sekarang sudah tidak apa apa?”
“Ya. Sekarang sudah sembuh. Itu hal yang biasa terjadi padaku.”
Jawabku singkat sambil berusaha memberikan senyum terbaikku, tanpa berniat menceritakan panjang lebar tentang penyakit anehku itu.
“Oya, siwon-ssi hari ini masih ada schedule pemotretan ?” memberanikan diri untuk bertanya mengapa dia kembali ada disini.
“Eo? Ya hari ini kami menyelesaikan sesi foto terakhir.” Jawabnya santai masih, dengan senyum menawan yang sama.
Hei bukankah ini aneh, dadaku berdebar juga saat mellihatnya tersenyum tapi sama sekali aku tidak mimisan. Ini aneh sekali, mengapa jika namja itu..
“Hyung! Disini kau rupanya! Maaf aku terlambat, Kajja!! Hari ini, sesi terakhir pemotre..”
Deg!
Aku tahu, dia baru saja menyadari aku ada disana ketika Ia tidak melanjutkan kalimatnya, dari sudut mataku aku bisa merasakan sorot tajam nya.
“Baiklah, kurasa mereka akan segera mulai. Aku harus ke atas. Sampai jumpa lagi. Jaga kesehatanmu.”
“Nde. Err .. bolehkah .. bolehkah aku minta tanda tangan oppa di bukuku ? Ehm.. Aku ini juga seorang ELF.” Ujarku pelan .
“Bweo? Kenapa tidak bilang dari tadi,..” Dengan penuh semangat, siwon oppa menandatangani halaman terakhir agenda harianku. Bahkan Ia menuliskan namaku dengan jelas.
“Gomawo..oppa..”
“Cheonma,.. Rara-ssi. Sampai jumpa lagi.” Ia membalas melambaikan tanganku dengan gesture yang benar benar mempesona.
Tanpa mengacuhkan namja yang masih memandangku dengan pandangan menghunus, aku berjalan melewatinya seolah dia makhluk transparan. Aku berusaha mempercepat langkahku menuju anak tangga di sudut ruangan untuk turun menuju pantry. Aku membutuhkan segelas cokelat hangat. Sial. Aku menatap sedih pada tissue di tanganku yang lagi lagi sudah berwarna merah. Kenapa selalu dia yang membuat penyakit ini kambuh.
***
Kupandangi lagi tanda tangan manis Siwon oppa di halaman terakhir agendaku. Chan Ri eonni harus melihatnya. Haha.. dan sekarang ini, novel terbaru “Sakura Blossom” . Kyaaa akhirnya aku berhasil mendapatkannya setelah berkali kali sensus ke toko buku dengan hasil nihil. Hari ini kurasa tidak begitu buruk. Moodku perlahan mulai membaik.
Aku baru saja berjalan menuju pintu keluar ketika mataku menangkap sosok namja dan mengenalinya sebagai seseorang yang familiar. DIA lagi?! Ya Tuhan, harus berapa kali terjadi pertemuan kebetulan seperti ini ? Bukankah baru 2 jam yang lalu dia berada di gedung redaksi, dan sekarang dia juga ada di toko buku ini . Hmm, lebih baik aku pura pura tidak melihatnya ada disana. Tapi tunggu dulu, dia tidak sendiri.
Seorang yeoja nampak berdiri di depannya, sedikit tertutup oleh tinggi badan namja itu.. tapi aku bisa melihat mereka terlibat pembicaraan serius. Namja itu tampak sedikit gugup seraya berkali kali membetulkan letak kacamata hitamnya yang baik baik saja . Sementara Yeoja itu,.hei itu Kim Ryuna bukan? Jadi,.. ternyata benar. Jangan jangan mereka membahas,.. Ah! Benar juga! Telpon waktu itu.
Tiba tiba gelenyar nyeri terasa di ulu hatiku. Setiap mengingat percakapan itu, .. rasanya dadaku terasa nyeri dan sesak. Bersiap siap untuk kemungkinan terburuk, aku tidak mau lagi penasaran dengan apa yang terjadi dengan mereka. Bukan urusanku. Namun tissue sudah siap tergenggam di tanganku. Kali ini dengan langkah mantap, aku sudah memutuskan. Aku, tidak akan terlibat lagi dengan Lee Donghae. Kutegakkan kepala dan berjalan melewati mereka seolah tidak melihat..
“Rara! Kau mau kemana?! Aku menunggumu dari tadi!”
Deg!
Apa baru saja aku mendengar suara namja itu, ehm mem.. memanggilku ?..
“Rara! Kau mau kemana?! Aku menunggumu dari tadi!”
Deg!
Apa baru saja aku mendengar suara namja itu, ehm mem.. memanggilku ? Setengah melamun aku membalikkan badan sambil memandang namja yang sedang berjalan dengan langkah panjang ke arahku, belum sepenuhnya pulih dari lamunanku, namja itu sudah menggamit lenganku.
Masih shock atas apa yangterjadi, aku bahkan tidak melawan dan hanya membungkuk sopan pada yeoja itu, sekilas karena Donghae sudah menarikku menjauh. (atau lebih tepatnya menyeretku keluar dari toko).
Tes!
Cairan kental kemerahan mulai menetes dari hidungku. Untung saja tissue nya sudah kusiapkan dari tadi.
“Bisa cepat sedikit tidak! Mobilku kuparkir agak jauh dari sini!” teriaknya gusar.
“ Aku sudah berusaha sebisaku berjalan cepat. Lagipula kau yang menyeretku keluar dari sana! Mengapa kau yang marah padaku?! Memangnya apa salahku?!” teriakku tak kalah keras dan emosi, karena masih berkutat dengan gumpalan tissue.
“Aiiih… ck! Kau tunggu disini saja! Awas jangan coba coba kabur!” hardiknya .
Astaga! Memangnya siapa dia, kenapa aku harus menurut padanya. Tapi tak ayal, tubuhku menkhianati otakku dengan tak beranjak satu senti pun dari tempatku berdiri.
Tiin!
“Tunggu apa?! Cepat masuk!!”
***
“Bisa kau jelaskan padaku yang tadi itu apa?”
Tanyaku memecah keheningan yang sudah berlangsung 10 menit.
“Hei,.. kau dengar aku tidak?” kali ini kukibaskan tanganku di depan wajahnya.
“Jangan cerewet! Kau mau kemana ?
“Yak! Aku meminta penjelasan! Mengapa kau perlakukan aku seperti ini.” Teriakku jengkel. Sementara mataku mulai berburu mencari kotak tissue berwarna hitam penyelamatku.
“Tadi itu Kim Ryuna kan? Jadi kau benar benar pacaran dengannya ? Lalu tadi ? Apa kalian tadi bertengkar ? “
“Kau bisa tutup mulut tidak ? Apa perlu kujejalkan seisi kotak tissue itu untuk membuatmu diam?!!” Bentaknya.
“Kenapa membentakku?! Aku tidak ada hubungannya dengan pertengkaran kalian!!” teriakku tak kalah keras.
Mendadak dia menginjak pedal rem yang nyaris membuatku terlempar ke kaca depan.
“KAU!! Kau mau membunuhku! Eoh?!”
“Aku sudah berpisah dengannya. Apa itu cukup ? Maaf tadi sudah melibatkanmu. Hanya saja, kau berada disana di waktu yang kurang tepat. Sekarang bisakah kita lupakan semuanya, dan kuantar kau pulang ?” kali ini dia bicara dengan nada normal,..ah bukan lebih kepada nada terdengar putus asa.
“Apakah.. itu karena dia menolak untuk menikah de..nganmu?!”
Ups!! Matilah aku! Dasar pabo!
Benar saja, dia menoleh padaku dan memandangku dengan tatapan penuh curiga.
“Darimana kau tahu?!! Hah!! Sudah kuduga! Kau memang pembohong ulung! Kau pasti reporter , atau salah satu sasaeng fans. Kau benar benar mengerikan dan menjijikkan!”
Bagus Ahn Rara! Kali ini dia akan melemparmu keluar dari mobil, dan aku akan berada di daerah antah berantah sementara dia meninggalkanmu.
“Tung.. tunggu dulu. Sudah kubilang aku bukan seperti yang kau tuduhkan! Aku,.., baiklah.. aku mengaku. Aku tidak sengaja mendengar kau menelpon waktu pemotretan hari pertama di kantor majalah waktu itu. Tanpa sengaja, aku mendengar pembiacaraanmu dengannya.”
Oke kalimat terakhir aku berbohong. Tapi itu lebih baik, daripada aku langsung dilemparnya keluar mobil.
“Kau benar benar tidak akan melupakan ini begitu saja kan ?” sahutnya kemudian dengan suara pelan dan dengusan nafas yang berat.
“Baiklah… terserah kau saja. Kau mau publikasi… silahkan saja..…” Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran jok mobil, dan tertunduk.
“Aku,.. sudah melamarnya. Entah untuk yang keberapa kalinya, tapi dia selalu menolaknya. Alasannya, simple karena karir. Takut kepada anti-fans, dan juga takut kepada keputusan agency. Berulangkali aku meyakinkannya. Aku tidak bisa menjalin hubungan tanpa komitmen yang jelas untuk ke depannya. Tapi,..menurutnya pernikahan adalah belenggu. Jika kami menikah , Ia khawatir tidak bisa bernyanyi, tidak bisa main drama, dan hanya mengurus anak anak saja kemudian hari. Aku sudah mencoba meyakinkannya berulangkali, bahwa aku pun tidak sepaham dengan konsep seperti itu, tetapi..jawabannya tetaplah tidak. Dia lebih memilih melepaskan diri dariku. Itulah sebabnya aku sering berada di 4th Avenue Café, untuk menyendiri, menenangkan diriku dan menjernihkan pikiranku dengan berusaha menerima semua alasan itu. Sampai waktu itu kau menemukan Ipod hadiah darinya yang sengaja kubuang karena kesal.“
“Jadi, foto yang beredar waktu kau berada di restoran itu…”
“Benar. Itu fotoku, salah satu momen dimana aku masih berusaha membujuknya untuk mau menikah denganku. Oh please, hubungan kami sudah berjalan 3 tahun, wajar saja kan aku melamarnya.”
Jadi, sudah selama itu mereka menjalin hubungan, dan mereka bisa menyimpannya dengan rapi. Itu luarbiasa.
“Aku benar benar pecundang.” Ucapnya perlahan. Lebih terdengar seperti bisikan.
“Apa kau tidak tahu,.. ada jutaan E.L.F diluar sana yang bersedia menikah denganmu. Kalau kau mau. Ah.. kau tahu tentu saja, karena kau sering mengumbarnya di twitter.”
“Kau bercanda kan ? Pernikahan seperti apa yang kutawarkan pada mereka dalam sekali pertemuan ? Tadi kau bilang apa ? twitter ? Jadi kau salah satu followerku juga ?”
“Eh.. ehm.. itu dulu. Aku sudah berhenti mejadi elfishy. Hahah… (tawa pahit) Tapi, toh aku tetap tidak bisa berhenti menjadi E.L.F”
“Mwo? Elfishy ? Benarkah ? Kenapa terdengar menggelikan ya.., lalu kenapa berhenti ? Apa kau menjadi salah satu antifansku?”
“Ish,.. mana mungkin aku antifans dan tetap menjadi seorang E.L.F”
“Siapa yang tahu. Kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa berhenti jadi Elfishy.”
“It..tu.. karena,kau tidak pernah membalas mention ataupun chat di kakaotalk, yang paling utama tentu saja gossip dengan Kim Ryuna”
Ujarku tertunduk menahan malu. Akhirnya kukatakan juga. Hancur sudah harga diriku.
“Tepat sekali, seperti yang Ryuna katakan. E.L.F akan bersikap sama sepertimu, jika kami betul betul menikah. Bayangkan, hanya mendengar gossip pacaran kau langsung berhenti menjadi Elfishy, apa yang terjadi jika aku mengumumkan pernikahan kami..”
“Err.. itu benar.” (masalahnya aku bukan hanya sekedar fans. Aku betul betul jatuh cinta padamu). Aku menghindari menatapnya.
“Tadi kau bilang, kau sering mengirim chat di kakao ? Apa nama akun-mu?”
“Sudah ku delete. Lupakan saja.” Jawabku sekenanya untuk menghindari pertanyaan lebih lanjut .
“Hahh! Terserah kau saja. Kurasa kau sekarang cukup puas. Kau mendapat berita besar untuk majalahmu dengan mengetahui rahasia terbesar langsung dariku, sekarang kau pasti bahagia.”
“Terserah apa katamu. Yang jelas, aku sekarang tidak merasa bahagia sedikitpun karena aku sedang lapar, dan kalau kau mau sedikit berbaik hati, tolong segera antar aku pulang, karena aku mau makan ramyun!”
“Mwo?! La..par…?? Iish,.. kau ini! Jinjja! Pakai seatbelt nya!”
***
“Gomawo, sudah mengantarku.” Ujarku canggung.
Ujarku singkat seraya keluar dari mobil sport hitam yang elegan milik mantan pujaan hatiku.
“Mwo? Hanya begitu saja? “
“Eo? Memangnya apalagi ?”
Tiba tiba, aura diantara kami berdua menjadi sedikit absurd.
“Apa kau tidak berniat menawarkan secangkir kopi atau makanan? Aku kan sudah mengantarmu?!”
“Eo?”
Oh Tuhan,… sabarkan aku dan tolong kendalikan otakku supaya tidak melempar sepatuku ke wajah namja ini.
“Dengar ya,.. pertama aku sama sekali tidak pernah berniat untuk ikut denganmu . Kau yang menyeretku ikut. Kedua, sudah kewajibanmu untuk bersikap gentleman dengan mengantarku karena alasan nomer satu tadi, dan sekarang kau masih memintaku untuk menawarkan….. Hufth! Sudahlah! Lupakan! Cepat masuk! Kau tidak ingin ada sasaeng fans atau reporter yang memata mataimu kan?”
“Lucu sekali, satu satunya mata mata adalah yeoja yang ada di depanku sekarang. Tunggu aku parkir mobil dulu.”
“Hati..hati…, karena tempat parkirnya..”
Braaaaak!
“Kyaaaaak! Aku kan bilang hati hati…!”
***
“Ini! Aku hanya punya ini!”
“Apa ini? Kau yakin ini bisa dimakan?!” ujarnya skeptic memandang semangkuk ramyun dan kimchi yang kusajikan.
“Kalau kau tidak mau aku akan menghabiskannya! Kau bisa minum kopi mu dan pulang sana!”
“Astaga! Apa kau benar benar seorang yeoja?”
Masa bodoh apa yang akan dia katakan! Aku mau makan dan kemudian tidur! Hanya itu yang kubutuhkan!
“Tadi,.. apa yang kau bicarakan dengan Siwon Hyung?” tiba tiba donghae memecah keheningan yang canggung.
“Oh.. itu . Bukan apa apa dia hanya bertanya, apa aku sudah tidak apa apa, dan dia memberikan ini .” aku pun memamerkan agenda yang sudah bertanda tangan Siwon oppa.
“Jadi, kau ini benar benar E.L.F ?! Cih! Kau bahkan lebih sering bertemu denganku dibandingkan dengannya, tapi tak sekalipun kau meminta tandatangan!” ujarnya dengan tampang bersungut sungut.
Ada apa dengannya. Mengapa wajahnya jadi bersungut sungut begitu… Omo! Apakah…
“Hei,.. kenapa denganmu! Tingkahmu seperti sedang cemburu saja.” Tanyaku sambil menahan geli.
“Apa maksudmu?! Aku ?! Cemburu?! Issh memangnya siapa kau.” Ujarnya sambil membuang muka.
“Hahahahha… aku hanya bercanda. Sedari tadi wajahmu sangat tidak menyenangkan!! Semakin dilihat! Semakin membuatku tidak nafsu makan!!” Aku tahu, mana mungkin kau cemburu . Aku ini bukan siapa siapamu kan?
“Aksen koreamu aneh. Apa kau asli orang Korea ?” tanyanya tiba tiba.
“Bukan. Aku orang Indonesia. Visaku disini untuk bekerja.” Jawabku singkat sambil menyuap segulung kimchi .
“Pantas saja, logatmu aneh”
“Sudah puas menghina?” teriakku kesal. Dia selalu mengkritik apapun tentangku. Seakan semua tentangku tidak ada yang beres dimatanya.
“Sebaiknya aku pulang. Kurasa sekarang sudah tidak apa apa keluar tanpa menggunakan atribut ini semua, dan besok aku masih harus mengurus lampu belakang mobilku yang pecah waktu parkir tadi. Aah!! Benar benar hari yang buruk.” Ujarnya kemudian seraya beranjak dari meja makan.
Ah benar juga, saputangan dan mantel miliknya! Aku harus mengembalikannya.
“Eo ,.. tunggu sebentar.”
Aku bergegas ke kamar tidur dan mengambil mantel panjang yang sudah terbungkus plastic binatu dan juga saputangan biru tua dari laci almariku.
“Ini,.. terimakasih, waktu itu sudah merepotkanmu.”
“Ini, mantelku ya? Ah, aku hampir lupa meminjamkan ini padamu.” Ucapnya tanpa menyadari hatiku yang sedikit terluka, karena dia melupakan meminjamkan mantelnya padaku.
“Eh,.. ini kau sudah mencucinya baik baik ? Mantel ini sangat mahal!”
“Grr… tentu saja sudah kucuci! Apa tidak lihat plastic binatu itu ? Sudah pulang sana!!” teriakku kesal sembari mendorongnya menuju pintu keluar.
“Arra arra, aku pergi . Oya, terimakasih untuk makan malamnya.”
***
Waktu terasa berjalan sangat cepat, kupandangi teddy bear mungil diatas nakas, yang sudah menunjukkan pukul 11.30 PM, aku masih tidak percaya dia baru saja berada disini. Di apartemenku. Huth,..semuanya terasa seperti mimpi.
Tanpa sadar memoryku kembali pada saat kejadian di toko buku tadi siang. Jadi, yeoja seperti itu kah yang bisa mendapatkan hatimu ?
Aku beranjak dari ranjang nyamanku menuju meja rias di sebelah ranjang. Kupandang sosok yeoja yang ada di cermin. Tak ada yang istimewa darinya. Mata yang bulat namun tampak tenggelam diantara kedua pipi yang chubby. Hidung, bentuk mulut semua tidak ada yang istimewa. Tinggi yang rata rata bahkan tidak sampai 165 cm. Yeah, im just invisible .. no change. Better I sleep now.
***
“Kyaaaaaaak!! Daebaaaak! Kau bisa dapat tanda tangan Choi Siwon, dengan begitu mudah ?!”
Teriakan Chan Ri eonni membahana. Untunglah aku memamerkannya di dalam ruangan kerjanya. Apa kata customer café kalau mendengar teriakan macam singa betina mengamuk begitu.
“Tunggu dulu, tapi ini kau minta tanda tangan Choi Siwon..? Lalu mana tanda tangan Lee Donghae?”
“Aku tidak minta.” Jawabku singkat.
“Mwo?! Wae? Bukankah dia bias utamamu di Super Junior ?”
“Molla eonni. Dia bahkan membenciku, dia menuduhku stalker atau semacamnya yang mengancam privasinya dan personal life nya. Dia bahkan menuduhku mencari berita gossip tentangnya demi uang.” Ujarku putus asa.
“Aigoo,.. pabo namja!! Bukankah dia yang sudah melanggar privasimu dengan tiba tiba menyeretmu pergi di hadapan yeoja yang disukainya, lalu minta makan malam di apartemenmu? Apa apaan itu semua ? Apa itu yang dinamakan membencimu? Iish…!”
Eonni berteriak dengan nada kesal, raut wajahnya nampak bersungut sungut.
“Sudahlah eonni,.. aku sudah tak apa apa. Mungkin lebih baik begitu. Bukankah kau bilang, dunianya sangat berbeda denganku ? Mungkin lebih baik begini.”
***
Well, 2 minggu ini cukup berhasil untukku. Menjauh sejenak dari social media, dan bergumul dengan setumpuk editan artikel majalah, dan juga daftar menu baru untuk 4th Avenue café. Sedikit banyak mampu mengalihkan isi otakku dari namja bernama Lee Donghae itu. Mimisanku pun jadi jarang kambuh. Bukankah ini bagus ?
Lalu hari ini, mengapa tiba tiba jantungku berdebar begitu kencang saat melihat mobil sport hitam yang terparkir di seberang jalan ?
Andwe! Ini pasti hanya perasaanku saja. Lagipula, untuk apa dia pagi pagi begini datang ke café ini ? Tidak ada alasan kan ?
Namun kemudian, dugaanku benar benar meleset. Di sudut café tempat dulu aku menemukan ipod itu, sudah ada seekor,..ehm maksudku seorang namja dengan atribut teroris lengkap. Walau aku tidak memusatkan pandanganku padanya, lewat sudut mataku aku tahu dia memperhatikanku masuk.
“Rara-ssi, mianhae tapi customer itu memaksa untuk menunggumu disana. Aku sudah bilang café kami belum buka…tapi,…”
“Tak apa Jung-ah, biarkan saja dia . Kau bersiap siaplah. Café akan kita buka sebentar lagi. Aku juga akan ganti baju sebentar lagi.”
“Chakkaman!! Er.. Rara-ssi..”
Deg!
Iish,.. mengapa dadaku masih saja berdesir mendengarnya memanggilku.
“Ada apa customer ? Café baru akan buka 30 menit lagi. Jadi untuk memesan makanan, silahkan menunggu.”
Ucapku berusaha untuk tetap bersikap sopan, tak lupa menyiapkan selembar tissue di tanganku. Sekedar berjaga jaga.
“Err…, aku tidak tahu harus kemana. Jadi, aku hanya terpikir kemari. Tapi, rupanya tadi café belum buka.”
“Sudah kubilang, tunggu 30 menit lagi dan kami akan menyiapkan pesananmu.” Ucapku singkat , dan menghindari kontak mata langsung dengannya.
“Ah,..baiklah aku akan memesan 30 menit lagi. Tapi setelah itu, bisakah kita bicara?”
Ujarnya kemudian sambil menghela nafas, menghembuskan uap putih dari mulut indahnya. Lihat..aku mulai lagi . Padahal, perasaanku sudah mulai membaik beberapa hari belakangan.
“Kita lihat saja nanti”.
Aku.. berucap lirih. Mengapa? Mengapa kau harus muncul lagi dihadapanku ? Ini membuatku makin sulit melupakanmu.
***
“Ada apa?”
Ucapku memecah suasana hening yang canggung diantara kami.
“Apakah menurutmu aku ini membosankan? Atau.. aku ini kurang tampan, atau apakah aku harus lebih memiliki materi ? Sebutkan satu saja alasan untukku untuk ditolak menjadi pasangan.”
Eo? Apa dia ini sudah sinting? Pertanyaan macam apa itu? Aku saja setengah mati mendambakan.. Ah lupakan saja. Kembali pada akal sehat AhnRara.
“Kenapa aku harus menilaimu? Kau tentu lebih tahu dirimu sendiri.”
“Ayolah katakan satu..saja alasan aku tidak layak dijadikan pasangan.”
“Entahlah. Mungkin, kau kurang tampan, kurang romantis, atau kurang terkenal. Ahh aku tidak tahu! Kalau dilihat dari ketenaran kalian sudah seharusnya tak ada satu yeoja pun yang menolak bersama kalian para member Super Junior. Tapi soal Kim Ryuna,..aku benar benar tidak tahu. Oya, maaf aku harus kembali bekerja.”
Aku bergegas berdiri dari hadapannya dan hendak kembali bekerja, sembari terus menjejalkan tissue ke hidungku.
“Hei! Kenapa buru buru? Aku masih ingin bicara...”
“Maaf , tapi customer sudah mulai banyak datang. Aku harus kembali bekerja.” Tolakku halus.
Hah! Yang benar saja, aku harus mengomentari hubungannya dengan artis itu? Kalau boleh jujur aku akan langsung bilang, kau sama sekali tidak cocok dengan Yeoja sombong itu.
***
Dari semua tugas, kenapa Pak Kim justru menyuruhku membantu Jeong untuk mencari berita di di SMent? Parahnya, adalah kenapa aku justru harus membantunya meliput tentang drama terbaru yang akan diperankan oleh Lee Donghae!!
“Rara –ssi, kajja turun dari mobil. Kita harus bergegas, kita hanya punya waktu 60 menit saja.”
Jeong sunbae nampak tidak sabar.
“Arraseo.” Jawabku lemah, dengan malas aku mengikutinya dari belakang.
“Rara-ssi palli! Mereka sudah menunggu!” Jeong kembali berteriak tidak sabar, seraya memasuki lift.
Ugh,..somebody please save me! Jeritku dalam hati tentu saja. Eh,.. tapi tunggu dulu. Bukankah, itu Kim Ryuna yang sedang berdiri disana ? Kulihat yeoja tinggi langsing, semampai dan yeah so adorable dengan anggun sedang menelpon di sudut ruangan. Nampak gembira , semburat merah nampak merona di pipinya yang seputih pualam. Donghae-kah yang berbicara dengannya ? Oh ayolah,..Rara hindari masalah dan segera masuk lift.
Belakangan ini, tubuhku selalu mengkhianati pikiran warasku. Entah sejak berapa lama aku berdiri membelakanginya seperti ini. Membaca brosur yang dengan asal kuambil dari salah satu meja.
“Dia ? Nde,..kami eh aku memutuskan untuk tidak bersamanya. Wae? Oh itu entahlah aku merasa belum siap. Kau tahu, dia begitu serius. Nde. Dia bahkan mengajakku menikah. Bisa kaubayangkan? Karirku sedang cemerlang . Aku sedang menikmatinya. Apa aku harus melepaskan semua dengan menikahinya ? Nde,..aku belum sanggup. Eo? Denganmu ? Ah.. itu tentu berbeda, kita memiliki visi yang sama tentang komitmen. Nde,..donghae-ssi dia.. Mama boy I think…”
Astaga. Apa yang kudengar ini,.. semua yang baru saja kudengar ini. Apa ini nyata?
“Hei,. Cepat tutup mulutmu. Lalat bisa masuk! Semua menunggumu, diatas. Jadi interview tidak?! Kau membuang waktu kami semua!”
“B..b..bagaimana kau disini? Apa kau ..? Tadi..? “
Lee Donghae, menggamit lenganku dengan tidak sabar menyeberangi ruangan memasuki lift. Melewati Kim Ryuna, yang memandang kami berdua dengan penuh tanya.
***
“Kalau kau mau bertanya apa aku mendengar semuanya, jawabannya adalah YA. Jadi kau tidak perlu penasaran lagi.” Ujarnya kemudian.
Aneh sekali, raut wajahnya nampak datar. Seakan semua itu bukan hal yang mengejutkan buatnya.
“Jadi, kau juga mendengar percakapan mereka tadi ? Lalu,.. kenapa kau sama sekali tidak merasa kesal ?” tanyaku heran.
“Entahlah, aku sudah merasa biasa saja sekarang. Kami dulu sering bertengkar karena aku yang begitu posesif padanya. Aku sering cemburu jika dia berada dekat atau bercakap cakap kelewat akrab dengan namja lain. Karena itu aku ingin segera menikahinya. Aku ingin dia menjadi milikku seutuhnya, menegaskan hubungan kami, dan aku harap dia bisa lebih menghargai hubungan kami dalam ikatan pernikahan. Tapi,.. sepertinya aku salah. Dia,.. adalah pribadi yang bebas. Aku tidak bisa membatasinya. “
Kali ini, dia menjelaskan dengan tegar dan ekspresi yang datar. Aku tahu, walau dia sudah mengetahui perasaan Kim Ryuna yang sebenarnya tetapi pada dasarnya saat ini Ia pun merasa sangat kecewa.
Uff, ..Tissue sialan itu, jika dibutuhkan selalu sulit ditemukan! Tanganku penuh dengan berkas untuk bahan interview dan juga alat perekam, sementara aku tidak bisa menjangkau tas ku. Aiih..
Tiba tiba, donghae sudah mengusapkan saputangannya ke hidungku. Menghapus tetesan darah yang dari hidungku, mengambil ..err lebih tepatnya merampas berkas di tanganku agar aku bisa leluasa membersihkan mimisan yang mulai menetes lagi. Aaakh,.. kapan penyakitku ini sembuh?
***
“Donghae-ssi, terima kasih untuk waktunya hari ini. Err, dan maafkan staff kami. Rara-ssi terkadang sedikit merepotkan.”
Apa-apaan Jeong-sunbae ini! Bicara seperti itu didepannya. Aku hanya bisa melotot memandang Jeong yang balas melotot padaku. Sementara itu sang bintang, masih memandangku dengan tatapan yang tidak bisa kudefinisikan kali ini. Kenapa dengannya ?
“Gwenchanna, aku masih ada schedule berikutnya So, sampai jumpa lagi.”
Jawabnya sembari tersenyum, setelah menahan pandangannya padaku beberapa menit.
“Lihat! Betapa rendah hati nya dia. Kau beruntung dia tidak mengadukanmu karena sudah membuatnya menunggu tadi!”
Jeong –sunbae masih nampak kesal. Iih, andai saja dia tahu aku hampir saja mati berdiri tadi.
***
Mataku masih nanar , terpaku pada foto di koran yang baru saja terbit hari ini. Aku sama sekali tidak pernah tertarik dengan tabloid gossip andai saja foto yang terpampang di halaman depan itu..
“ Saengi, kenapa kau begitu ceroboh? Kau tahu akibat dari semua ini, andai media tahu siapa gadis di foto itu ?”
Sebenarnya bukan foto itu yang membuatku shock. Oke, foto itu juga membuatku terkejut namun berita itu..
“Lee Donghae – Kim Ryuna, kisah “PERFECT COUPLE” yang berakhir karena perselingkuhan”
Foto kami berdua yang terlihat memasuki gedung apartemen tempat tinggalku malam itu menjadi bukti. Memang wajahku tidak nampak. Karena si stalker hanya mampu mengambil foto dari belakang kami, akan tetapi wajah Donghae nampak sangat jelas. Astaga,.. lalu apa komentar E.L.F melihat ini semua ? Aku tidak dapat membayangkannya.
“Eonni,.. aku harus bagaimana?” ucapku pelan.
“Kau, sebaiknya pulang saja ke rumahku. Sementara, jauhi apartemenmu dan menginaplah di tempatku. Tunggu sampai dia yang menghubungimu. Inilah resikonya terlibat dengan orang seperti mereka.” Ujar Chan ri eonni bijak sembari memelukku.
***
“Apa?! Ibu dan Ayah sudah di Incheon ?! Kenapa tidak memberitahuku kalian akan ke Seoul?!”
“Apa orangtua perlu meminta ijin putrinya untuk menjenguk hah!? Kau ini !! Cepat kirimkan alamat lengkapmu, tidak usah menjemput kami. Ibu dan Ayah, naik taksi saja.”
Klik!
Astaga,… Apalagi ini. Aku membenturkan kepalaku di meja pantry dengan putus asa.
“Ada apa saengi ? “
“Eonni,.. ini benar benar gawat, aku belum bisa kembali ke apartemenku dan sekarang orangtuaku tiba tiba datang ke Seoul ? Yang benar saja eonni, apakah harus seberat ini masalahku.”
“Mwo? Wah bagaimana ini,.. ehm begini saja. Kau bisa katakana apartemenmu sedang diperbaiki. Jadi, orangtuamu bisa menginap di rumahku. Tidak masalah, toh orangtuaku sedang pergi karena ada pertemuan dengan klien.” Chan Ri eonni tersenyum menenangkanku.
“Eonni,.. maaf ya, aku selalu saja merepotkanmu.”
“Sudah,.. jangan dipikirkan. Kajja ! Kita jemput mereka.. Jangan menjadi anak durhaka dengan membiarkan mereka naik taksi. Eo?!”
“Gomawo.. eonniga.. “
***
“Ajjuma..ehm.. maksudku tante jadi, kalian berdua tidak menginap ? Kenapa ?”
“Iya ..kenapa tidak menginap ?”
Aku menimpali pertanyaan Chan Ri eonni.
“Hush! Diam kau anak nakal! Ibumu ini sangat khawatir, tiba tiba saja Ibu ingin ikut sekalian mampir menengokmu dulu sebelum ke kami berangkat ke Taiwan untuk meeting. Jadi, yah.. terpaksa rute diubah sedikit. Nanti malam jadwal pesawat kami menuju Taiwan. ”
Ayah menjelaskan sambil menatapku penuh selidik.
“Benar. Ibu, tiba tiba saja sangat ingin menengokmu sebentar. Tapi sepertinya, kau disini sudah mendapatkan saudara yang baik. Chan Ri menjagamu dengan baik, dan Ibu sedikit tenang sekarang. Kau,.. sedang tidak terlibat masalah kan?” ibu bertanya sambil memeluk bahuku.
Mendadak, aku merasa sangat lelah dengan perasaanku dan aku sangat ingin ada bersama mereka.
“Ibu,.. bolehkah aku ikut kalian? Aku masih merindukan kalian berdua..”
“Eh..? Ada apa dengamu? Kenapa mendadak manja begini? Ibu lihatkan,..sekali saja ibu tampak memberi perhatian lebih, putrimu ini menjadi manja.” Ayah memukul lembut kepalaku.
“Kau ini!! Bukankah kau masih harus bekerja, lagipula banyak deadline artikel yang harus kau serahkan pada Pak Kim kan? Lalu bagaimana denganku, siapa yang akan membantuku mengurus café ?”
“Ah.. iya benar. Kau tidak boleh menyusahkan Chan Ri yang sudah sangat baik padamu. Ibu sudah cukup senang melihatmu sehat dan baik baik saja. Oya, satu hal lagi ibu lupa, orangtua Adrian ..ehm bertanya pada Ibu, kapan kau siap untuk mulai pertemuan keluarga. Kau tahu maksud ibu kan?”
Adrian. Yah.. benar. Akhirnya disinggung lagi persoalan ini. Dia, .. putra teman Ayahku yang sepertinya sangat mendapat rekomendasi dari seluruh keluarga besar untuk menjadi jodohku. Tetapi,…
“Ah.. ibu itu kita bicarakan lain kali saja, eo? Lebih baik sekarang kita bersenang senang dulu,..jalan jalan sebelum nanti kuantar ke bandara.”
“Baiklah, kami tidak akan mendesakmu sekarang. Tapi, lebih baik kau mulai memikirkannya.”
Ayah, menatapku dalam dan penuh makna.
“Nde,..aku tahu Ayah.”
***
Akhirnya dengan kami bertiga tiba di bandara dengan taxi. Chan Ri eonni masih ada urusan di cafe, jadi tidak bisa mengantar kami.
“Jaga dirimu, jangan menyusahkan orang dan terlibat masalah atau Ayah akan menjemputmu paksa pulang ke Indonesia.”
Ayah, masih saja khawatir aku akan terlibat masalah. Sepertinya insting beliau cukup tajam.
“Nde,.. arraseo.”
“Rara,..ibu harap kau mau memikirkan tawaran teman Ayahmu, Ibu sudah bertemu dengan Alex, dan dia pemuda yang baik. Ibu tidak ada maksud lain, ibu hanya ingin ada seseorang yang menjagamu. Kau putri kami satu satunya. Kami berdua, akan sangat senang kalau kau menemukan pendamping segera. Andai itu bukan Adrian, ibu harap kau mau mengenalkannya pada kami..”
“Rara-ssi!!”
DEG!
Suara ini.. DIA! Mau apa dia disini, dan disaat orang tuaku masih disini. Aduuh..
“Rara-ssi,..kau. Ehm..maksudku kalian,.. eh…ehm..kau benar benar akan pergi? Kau akan kembali ke Indonesia?! Maksudku kau benar benar meninggalkan Seoul dan kembali ke Indonesia?”
Namja didepanku yang berbalut kostum penyamaran ini, memberondongku dengan pertanyaan yang pada intinya sama, namun aku masih tidak mengerti. Meninggalkan Seoul? Apa maksudnya ?
“Mwo ? Meninggalkan Seoul ? Indonesia? Apa sih yang kau bicarakan?”
Sial, disaat seperti ini, mimisanku…
“Rara,.. kau mimisan??! Cepat tengadahkan kepalamu! Diam, dan jangan banyak bergerak.”
Seketika, Ayah menengadahkan kepalaku agar darah berhenti menetes dari hidungku. Ibu sibuk menyumpalkan berlembar lembar tissue ke hidungku dan menuntunku duduk, sambil komat kamit merapal doa. Astaga.. memangnya aku sedang kesurupan?
***
“Jadi, kau mengira kami datang untuk membawa Rara kembali ke Indonesia? Begitu ?”
“Sebenarnya kau ini siapa, dan apa hubunganmu dengan Rara ?”
Aku masih sibuk berusaha menghentikan mimisanku, dan Ayah justru memandang curiga pada namja yang tiba tiba muncul dengan setelan pakaian tebal, syal panjang yang menutup separuh wajah, masker berwarna hitam dan juga kacamata hitam. Tentu saja. Ayah mana yang tidak curiga dengan penampilannya yang seperti itu.
“Ajjushi,.. maafkan saya, karena tidak sopan. Tapi, tadi saya ke café dan Chan Ri noona mengatakan kalau Rara.. maksudku, kalian hari ini akan kembali ke Indonesia.”
Donghae nampak gugup. Aneh sekali. Tidak biasa melihat dia yang biasanya congkak, dan begitu percaya diri menjadi bersikap canggung dan konyol seperti ini. Chan Ri eonni, pasti sudah mengatakan yang tidak tidak padanya.
“Ayah, ..dia itu selebritis. Namanya Lee Donghae. Dia,..ehm temanku, karena dia salah satu model dari majalah tempatku bekerja Ayah. Pakaiannya seperti itu, karena ini tempat umum. Dia tidak mungkin tampil begitu saja di muka public tanpa pengawalan. Bisa terjadi keributan.”
Aku berusaha membuat Ayah tidak terlalu curiga padanya.
“Oh,.. jadi kau teman Rara. Lalu, kenapa kau menyusul kami, dan kenapa kau bilang Rara akan kembali ke Indonesia?”
Kali ini, ibu tampak melembut pada Donghae.
“Ehm,.. Ajjuma, maaf tapi.. saya tidak ingin Rara kembali ke Indonesia. Jadi,.. saya mohon biarkan Rara tetap berada di Seoul.”
“Uhhuk!! Uhhuk!!”
Aku yang sedang menenggak air mineral yang disodorkan ayah spontan tersedak mendengarnya. Apa dia bilang ?
Tidak ingin aku pergi ?! Apa apaan dia itu. Ayah dan Ibu nampak saling pandang dan kemudian beralih memandangku. Wohoho… ini benar benar gila.
“Lalu kenapa kau tidak ingin Rara pergi?”
Kali ini, ayah sedikit melunak namun tatapannya masih tajam.
“Eh ? itu.. itu karena Saya.. saya.. menyukainya. Saya menyukai Ahn Rara. Saya ingin dia tetap tinggal di Seoul bersama saya.”
Ayah dan Ibu, kembali saling pandang dan tersenyum.
“Anak muda. Aku menghargai kejujuran dan keberanianmu. Lalu bagaimana dengan mu Rara ? Kenapa kau tidak jujur dengan Ayah dan Ibu kalau kau sudah punya pacar?”
“Mwo??! Pa..PACAR?! Ayah,.. DIA bukan pacarku!! BUKAN!!” (setidaknya sampai hari ini belum)
“Rara-ya tidak usah malu. Donghae sudah berkata bahwa Ia menyukai mu.”
Ibu memandang ku dengan lembut.
“Ibu,.. tapi dia bukan..”
“Ehm.. Ajjuma, Rara bukan pacar saya. Tapi, saya ehm.. menyukainya. Jadi bolehkan dia tetap tinggal di Seoul?”
Apa sih yang dia bicarakan?! Membuatku malu saja!
“Rara,.. tidak akan ikut dengan kami. Kami berdua akan ke Taiwan karena kami ada urusan bisnis, bukan hendak kembali ke Indonesia. Jadi, Rara tentu saja tetap di Seoul dan tidak kemana mana.”
Ayah menjelaskan sambil menahan tawa. Donghae melepas kacamatanya dan memandang kearahku.
“Jadi, kau tidak kembali ke Indonesia?! Jadi… Chan Ri noona.. , oh ya .. tentu saja. Aku, dibohongi olehnya. Benar begitu kan?”
Donghae bergantian menatapku dan kedua orangtuaku dengan salahtingkah.
“Baiklah! Sudah waktunya kami pergi. Kalian berdua, silahkan perjelas sendiri, dan kau anak muda, kau selamat kali ini, kita belum banyak mengobrol, lain kali kita harus mengobrol banyak. Oya,.. tolong jaga putriku kalau kau benar benar menyukainya. Bila terjadi sesuatu dengannya, kau orang pertama yang akan aku cari.”
“Ayah… kenapa bicara begitu…”
“Hei… kau juga nona muda, Ayah belum selesai denganmu. Kita bicara banyak lain kali. Kalau dia serius denganmu, lebih baik kalian berdua tidak main main. Segeralah rencanakan masa depan. Itu kita bahas lain kali, dan sebaiknya kau mulai mempersiapkan diri.”
“Aish,.. Ayah!!”
Akhirnya,.. Ayah dan Ibu berjalan menuju pintu keberangkatan dan meninggalkan aku bersama dengan .. eh, apa tadi dia bilang menyukaiku? Lalu artinya….
***
Situasi menjadi sedikit aneh diantara kami berdua di dalam mobil ini.
“Kenapa kau diam saja.”
“Eo? Memangnya aku harus bilang apa?” jawabku sambil mengalihkan pandangan ke jendela mobil.
“Kupikir kau benar benar pergi. Tadi,.. tiba tiba saja aku takut kau benar benar pergi.”
Deg!
Oke ! ini dia,.. apa aku akan mendapatkan penjelasan atas pernyataannya tadi?
“So,.. sekarang ? Aku tidak pergi kan?”
“Kau tadi mendengarku kan, aku.. menyukaimu. Aku tahu ini terdengar aneh. Tapi, kita sering bertemu, dan ehm.. tiba tiba saja selama dua minggu kau seperti menghilang. Kemudian, ada pemberitaan mengenai kita, dan ..tiba tiba saja aku sangat ingin menemuimu.
Saat aku tiba di café,.. Chan Ri noona mengatakan orangtuamu khawatir dan dating kemari untuk menjemputmu pulang. Entahlah, tiba tiba aku merasa tidak ingin kau pergi. Aku ingin mengenalmu lebih dekat. Aku,.. sepertinya mulai menyukaimu.”
“Lalu? Tuduhanmu tentangku sebagai wartawan pencari sensasi ? dan.. apa kau yakin kau tidak sedang mencari pelarian atas patah hatimu dengan Kim Ryuna”
“Ehm soal ..pencari berita gossip itu, maafkan aku. Kurasa aku sedikit berlebihan. Tapi,. Menjadikanmu pelarian sama sekali tidak benar. Kau ingat waktu aku bertanya padamu, tentang alasan kenapa aku tidak layak dijadikan pasangan, sebenarnya itu karena aku sedikit terganggu denganmu. Kau sama sekali tidak nampak menyukaiku, meski kau bilang kau pernah menjadi Elfishy, dan ketika kau mendapat tanda tangan siwon Hyung, aku tidak pernah melihat wajahmu begitu berseri meski kau berada di dekatku. Kau selalu sinis. Soal Kim Ryuna, .. aku sudah tidak ada perasaan apapun padanya. Kami memang tidak sepaham, dan sepertinya dia lebih senang menjalani hubungannya yang sekarang. Kau juga tahu itu kan ? Jadi….”
“Jadi apa?”
Kali ini aku memberanikan diri menatapnya ..
Tiba tiba, Ia membanting setir ke kiri untuk dan menghentikan mobilnya.
~chu..
Bibirnya lembut menyentuh keningku. OMO!! Dia.. baru saja.. mencium kening..ku?
Deg!
Eomma, .. putrimu baru saja anval terkena serangan jantung.
“Ahn Rara,.. jangan pergi kemana mana, aku ingin kau disisiku bersamaku. Kita saling mengenal lebih dekat, bagaimana?”
Tes..tes..
Aduuh bagaimana ini, mimisanku jadi semakin parah..
“Hei ,.. kau tidak apa apa kan..”
Tangannya mengangkat daguku perlahan, Ia mengambil saputangan dan dengan lembut membersihkan darah yang menetes dari hidungku. Ya ampun,.. kali ini aku benar benar nyaris pingsan.
“Kau ini, kenapa selalu mimisan tiap bersamaku sih?”
“I..itu.. karena..karena aku menyukaimu.”
“Mwo? Apa kaubilang..?”
“Entahlah aku juga tidak tahu mengapa bisa begini, tetapi.. aku menyukaimu, dan hanya karena memandangmu atau dekat denganmu aku pasti akan mimisan. Ini tidak terjadi dengan yang lain. Bahkan ketika waktu itu Siwon oppa menolongku, mimisanku tidak kambuh. Tapi ketika kau datang… Jadi, ….“
“Hahahaha.. benarkah begitu! Wah … bahaya sekali, kau bisa mati jika begini terus. Karena mulai saat ini , aku akan selalu berada dekat denganmu, kau akan sering melihatku dan itu bahaya kan?”
“Yak! Kenapa mengolokku?!!”
Tiba tiba tangannya terulur melepaskan seatbeltku perlahan.. Lengannnya merengkuh bahuku dan Ia memelukku dengan lembut, sembari berbisik..
“Kurasa, aku tahu jawabannya. Kau juga menyukaiku, ..jadi kalau kau banyak kekurangan darah karena mimisan aku akan mendonorkan darah padamu. Jadi.. sekarang, kau bisa tenang.”
Kyaaaaa… ! Ya Tuhan, terima kasih telah memberiku mukjizat yang begitu indah untukku. Saat ini hatiku terasa begitu hangat. Aku balas memeluknya dan menenggelamkan kepalaku di dadanya , menyesap aroma maskulin yang lembut.
“Eh.. kemejamu, jadi merah.. “
“Shh… tidak apa apa, .. kau boleh mengotori kemejaku yang mana saja asalkan aku memelukmu.”
“Dasar Playboy tukang rayu!”
Ucapku seraya memukulnya lembut, dan dia tertawa .. tawa yang begitu hangat di tengah lebatnya salju yang turun malam ini.
“Hmm, jadi.. kau ini nima850405 di twitter, nima dengan id dhaera1015 di kakao, neema1015 di weibo,.. oke ada lagi yang belum kutahu ? seperti nomer ponselmu ? nomer telpon apartemen ? Nomer sepatu ? Ukuran baju ? Celana ? dan.. ehm nomer pakaian dalam ? Apalagi yang perlu kutahu tentangmu ? Aku ingin tahu semuanya.. “
“Kyaaaaak!! Apa apaan kau ini!! Kenapa nomer pakaian dalam dibawa bawa! Dasar mesum!! dan darimana kau tahu semua akun social mediaku ?”
“Itu rahasia. Butuh waktu lama untuk menyelidikinya.” Ujarnya sambil tersenyum misterius. Aish…
“Lalu bagaimana soal pemberitaan itu..?”
“Hmm,..soal itu aku sudah bicara dengan manajer. Jangan khawatir,.. wajahmu tidak nampak. Jadi kau bisa tenang. Soal headlinenya, jangan khawatir, public lama kelamaan akan lupa, lagipula suatu saat kebenaran pasti akan terungkap. Jangan khawatir.. Sebaiknya sekarang kau pikirkan,.. malam ini, kau bisa masak apa untukku, aku sangat lapar. .dan aku .. merindukanmu, bolehkah aku minta satu ciuman ?“
“Yak!! Lee Donghae!!”
**FIN**
Hahahahaahaha…. OKE! Silahkan mual! Sepertinya aku benar benar kehilangan sense of writingku. Kelamaan vakum. Xixixi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar